

Manado_ Patroli e-news, 31 Juli 2025Ketegangan memuncak di Kelurahan Tingkulu, Kecamatan Wanea, Selasa (30/7) sore, ketika sekelompok pria mengaku sebagai debt collector mendatangi rumah seorang warga di malam hari,Mereka berupaya menarik paksa sepeda motor milik FW dengan dalih tunggakan cicilan dua bulan.
Aksi pemaksaan ini akhirnya digagalkan oleh tim perlindungan konsumen.
Aksi intimidasi semakin memanas saat tiga orang yang mengklaim sebagai debt collector tersebut datang bersama beberapa pria berpenampilan mencurigakan dan terkesan mengancam. Yang memperparah situasi, mereka sama sekali tidak menunjukkan dokumen resmi penagihan, termasuk akta fidusia yang menjadi syarat mutlak penarikan kredit bermotor.
Kehadiran Tim Perlindungan Konsumen Indonesia (LPK-RI) Sulawesi Utara yang bergerak cepat menjadi penengah kritis. Mereka membela hak FW dan menentang tindakan sepihak para penagih utang yang tidak mengindahkan prosedur hukum tersebut. Perlawanan warga dan intervensi LPK-RI memaksa kelompok itu menghentikan aksinya.
Wisje Maramis, Sekretaris DPD LPK-RI Sulut, dengan tegas mengecam tindakan tersebut. “Ini jelas pelanggaran prosedur! Penarikan aset harus melalui jalur hukum, bukan dengan cara premanisme dan intimidasi,” tegas Maramis kepada media. Kehadiran LPK-RI berhasil meredakan ketegangan dan memastikan hak konsumen FW terlindungi.
Korban, FW, mengakui adanya tunggakan pembayaran. “Saya sedang berusaha menyelesaikan kewajiban, tapi penagihan dengan cara tidak etis seperti ini tidak bisa dibenarkan,” ujarnya. Terungkap bahwa motor tersebut dibiayai oleh Smart Finance, lembaga pembiayaan yang kerap diadukan karena metode penagihan yang tidak manusiawi.
Sikap pimpinan debt collector berinisial S yang tiba-tiba berubah kooperatif setelah ketahuan tidak membawa dokumen resmi mencurigakan. Perilaku ini menguatkan dugaan bahwa mereka terbiasa mengintimidasi, baru bersikap sopan ketika berhadapan dengan pihak berwenang atau perlawanan warga.
Kasus di Tingkulu bukan yang pertama. Masyarakat Sulut kerap menghadapi aksi debt collector bermasalah. LPK-RI menegaskan lembaga pembiayaan seperti Smart Finance harus bertanggung jawab penuh atas tindakan para debt collector yang mereka pekerjakan. “Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tapi bentuk penindasan terhadap konsumen,” tegas Maramis.
Meski intervensi LPK-RI kali ini berhasil mencegah penarikan paksa, insiden ini menyoroti maraknya praktik debt collector nakal akibat lemahnya pengawasan. LPK-RI mendesak masyarakat melaporkan setiap intimidasi dan meminta OJK serta pemerintah turun tangan tegas sebelum korban semakin berjatuhan. (*)
